Anak tunggal memang identik dengan sifat manja, karena perhatian penuh kedua orangtua. Sebuah studi terbaru mengungkapkan kalau anak tunggal juga merasa hidupnya lebih bahagia. Benarkah?
Dalam sebuah wawancara dengan majalah Rolling Stone, aktris Natalie Portman pernah berkata bahwa dia tidak akan pernah menjadi aktris jika bukan menjadi anak tunggal.
“Karena orangtua saya tidak akan pernah membiarkan saya untuk menjadi bintang keluarga dengan mengorbankan anak lain,”
Intinya, dia berpendapat ternyata banyak keuntungan hidup tanpa memiliki saudara kandung.
Salah satu proyek penelitian dalam lingkup luas terkait kehidupan keluarga yang dilakukan di Inggris mengungkapkan bahwa sebuah keluarga yang memiliki lebih sedikit anak, maka semakin berbahagialah mereka. Dan mempunyai anak tunggal yang paling puas di antaranya. Temuan ini secara eksklusif dipublikasikan oleh harian Observer.
Hasil studi menunjukkan, “kekerasan antarsaudara” dapat menjadi bagian dari masalah dalam sebuah keluarga, dengan kesimpulan 31 persen dari anak-anak mengatakan mereka memukul, menendang, atau didorong oleh saudaranya dengan intensitas “cukup banyak” atau “banyak”.
Anak lainnya mengeluh sering dicuri barangnya oleh saudara kandung.
Angka-angka di atas adalah data hasil dari Understanding Society, sebuah studi pelacakan kehidupan dari 100.000 orang di 40.000 rumah tangga penduduk Inggris. Jelasnya, laporan ini akan dipaparkan di Britain in 2011, the State of the Nation, sebuah majalah yang diterbitkan oleh Economic and Social Research Council.
Studi yang menyangkut anak dan kebahagiaan itu juga mengungkapkan bahwa sekitar tujuh dari 10 remaja Inggris “sangat puas” dengan kehidupan mereka. Anak-anak dari etnis minoritas rata-rata lebih bahagia daripada penduduk asli kulit putih Inggris. Selain itu, kebahagiaan akan menurun jika memiliki saudara kandung dalam sebuah keluarga.
Temuan ini didasarkan pada survei mendalam yang dilakukan pada 2.500 orang muda, yang telah dianalisis oleh Gundi Knies dari Institute for Social and Economic Research di University of Essex di mana studi tentang Understanding Society itu berasal. Dia menyebutkan, faktor-faktor lain seperti kompetisi dalam menarik perhatian orangtua atau fakta bahwa pembagian mainan, permen, atau kamar dapat menjadi penyebabnya.
Knies juga menunjuk ke data lain dalam studi tentang kekerasan antarsaudara, yaitu sekitar 29,5 persen remaja yang mengeluh disebut “orang yang menjijikkan” oleh saudara sendiri jumlahnya “cukup banyak” atau “banyak”. Sementara, 17,6 persen di antaranya mengaku barang-barang pribadinya diambil oleh saudara mereka.
Profesor Dieter Wolke dari University of Warwick, yang banyak bersentuhan dengan persoalan ketegangan antarsaudara kandung mengatakan, lebih dari separuh partisipan (sekitar 54 persen) terlibat dalam tindak kekerasan atau penghinaan oleh saudaranya atau yang lainnya.
Meski begitu, ada juga bukti yang menunjukkan bahwa saudara sekandung dapat memberikan dukungan satu sama lain. Dia memperingatkan bahwa anak-anak yang menghadapi kekerasan atau pelecehan baik di rumah maupun di taman bermain itu sangat rentan berkembang menjadi masalah perilaku dan rasa ketidakbahagiaan.
Wolke sendiri tidak mempelajari dampak dari ketegangan dari mereka tersebut pada orang tua.
“Dari laporan lucu-lucuan, pertengkaran adik-kakak dapat meningkatkan stres orangtua dan beberapa di antaranya menyerah melakukan intervensi atau campur tangan secara tidak konsisten dan meninggalkan sebuah lahan luas yang terbuka lebar bagi saudara yang mengganggu,”
Siobhan Freegard, pendiri situs Netmums yang memiliki tiga anak menuturkan, banyak ibu merasa seperti “wasit” setelah anak-anak mereka mencapai usia tertentu dan mulai bertengkar dengan saudara-saudara mereka. Dia mempertanyakan, apakah temuan tentang kebahagiaan ini terkait dengan fakta bahwa anak-anak putus asa untuk mendapatkan perhatian orangtua.
“Dengan tiga anak, berarti menyiapkan tiga porsi makan malam, tiga kali mencuci lebih banyak, tiga kali lebih banyak mengemudi untuk mengikuti kegiatan ekstrakurikuler sekolah, di mana Anda mendapatkan waktu lebih sedikit untuk ketiganya. Saya suka berpikir mereka juga mendapatkan keuntungan dengan cara lain,”
Dia mengatakan, temuan ini akan bermanfaat dalam waktu jangka panjang sebagai bantuan untuk orang tua dan anak-anak yang selalu merasa kesepian karena menjadi anak tunggal. Freegard baru-baru ini membahas masalah tersebut dengan temannya, Tanya Honey, yang memiliki satu anak perempuan. Honey mengakui bahwa putrinya, Gemma, 7, baru-baru ini menulis “bayi” pada daftar belanjaannya.
“Tapi teman saya selalu berkata bahwa dia adalah anak yang benar-benar sangat bahagia. Ketika kita pergi berlibur dia pintar sekali mencari teman perjalanan yang tidak bisa dilakukannya saat memiliki saudara kandung. Karena dia pasti akan bergantung pada saudaranya,”
Ketika temuan ini tampak mengejutkan, para ahli mengatakan ada alasan yang jelas mengapa memiliki banyak saudara bisa mengurangi kebahagiaan. Dr Ruth Coppard, seorang psikolog anak, mengatakan bahwa dalam sebuah rumah sederhana dengan anak banyak, privasi mereka akan berkurang untuk setiap anak.
“Beberapa anak memang senang berbagi kamar tidur dengan saudaranya, tapi mereka lebih suka memilih untuk melakukannya daripada harus melakukannya. Di sini ada persaingan untuk mendapat waktu dan perhatian orang tua,”
“Setelah itu (punya anak lagi) saya akan membutuhkan mobil yang lebih besar, kamar tidur banyak, dan merencanakan liburan akan sulit,” katanya. Namun, dia berpendapat bahwa ada juga masalah bagi anak-anak saja, yang adalah “penerima tunggal harapan orang tua”. Parentline Plus, sebuah badan amal yang menawarkan dukungan kepada orangtua, secara rutin menerima aduan tentang persaingan antarsaudara.
“Keluarga melakukan laporan mengenai kekhawatiran tingginya tingkat konflik antarsaudara kandung dan bisa memicu stres. Tapi yang paling penting, mencoba untuk membantu dan mendukung setiap keluarga untuk menemukan cara yang lebih efektif untuk menangani masalah ini,”
Dia telah menerbitkan serangkaian tips untuk orangtua, termasuk jangan terlalu cepat menyalahkan, bahkan jika seorang anak tampak tidak bersalah. Lalu, memastikan anak-anak memiliki tempat khusus untuk barang-barang mereka, minta mereka bertanya jika ingin menggunakan sesuatu milik saudaranya. Terakhir, tunjukkan dengan tegas bahwa Anda tidak menyetujui perilaku kekerasan.
0 komentar:
Post a Comment
Terimakasih Atas Komentar Anda tentang Bacaan Ini
Jangan Lupa Kembali Berkunjung ke situs Kami