Monday, December 6, 2010

Melawan Obsesi Remaja pada Tubuh Kurus



Persepektif remaja soal penampilan tubuh ideal, yakni berbadan kurus dan langsing sudah lama tertanam. Peran serta media dan lingkungan turut serta memengaruhinya. Sudah seharusnya pula orangtua berusaha mengubahnya untuk citra diri yang lebih positif.


Bukanlah hal yang aneh bila para gadis remaja dewasa ini menginginkan bentuk tubuh semampai dan kurus laksana model. Dengan asumsi bahwa langsing itu cantik dan menarik, mereka begitu rela untuk menahan lapar melakukan diet yang ketat demi tercapainya cita-cita mendapatkan “tubuh ideal” sesuai angan-angan mereka.

Penelitian terbaru di Amerika Serikat semakin menguatkan hal tersebut. Remaja perempuan, bahkan sejak berusia 3 tahun, terbukti selalu terobsesi menjadi kurus dan langsing seperti citra yang dilihatnya di layar kaca dan lingkungan sehari-hari. Mereka terlihat menghindari dan menjauhi berbagai hal yang terkait seseorang yang bertubuh gemuk.

Temuan ini tentu saja mengganggu, mengingat tekanan untuk selalu menjadi kurus berhubungan erat dengan risiko lebih tinggi mereka untuk menderita gangguan makan dan rasa depresi. Hal itu diungkapkan pemimpin penelitian ini, Jennifer Harriger dari Pepperdine University di Malibu, California, Amerika Serikat. Dan, pandangan negatif tentang orang gemuk, dalam hasil penelitian tersebut, tidak lebih baik.

“Mengejek seseorang terkait masalah berat badan juga telah dikaitkan dengan berbagai akibat yang negatif,”

“Mengingat bahwa masyarakat kita saat ini menghadapi epidemi obesitas, hal ini tentu memprihatinkan,

Penelitian ini melibatkan 55 remaja perempuan di Amerika Serikat bagian barat daya yang dimasukkan dalam satu kelompok. Harriger menuturkan, hasil awal dari studi yang merupakan replikasi dari penelitian di Southern California ini menunjukkan bahwa mereka ingin selalu menjadi langsing. Dia menambahkan, penelitian di wilayah lainnya dijamin.

“Tidak mungkin untuk menggeneralisasi temuan dari satu studi ke sisa penduduk Amerika Serikat lainnya,”

Keinginan para peserta untuk menjadi kurus lalu diimplementasikan dengan menjaga pola makan atau perilaku lainnya untuk mencapai tujuan tersebut.

“Saya pikir bahwa hasil penelitian ini setidaknya menunjukkan bahwa remaja yang masih sangat muda sudah memahami bahwa nilai-nilai masyarakat soal badan langsing cukup tinggi,”

Holm-Denoma, yang tidak terlibat dalam studi ini, menambahkan, penelitian ini juga telah menunjukkan beberapa anak gadis telah menjalankan program diet sejak mereka berusia 6 tahun untuk mengendalikan berat badannya. Lalu, apakah persepsi setiap remaja perempuan tentang berat badan yang ideal adalah kurus bisa diterima? Holm-Denoma mengaku tidak terkejut dengan temuan baru ini.

“Dugaan saya adalah bahwa anak perempuan prasekolah cukup rentan terhadap proses internalisasi soal berat badan kurus yang ideal dan mungkin melakukan hal-hal tertentu untuk membuatnya tetap kurus,”

Harriger dan rekan-rekannya memandang temuan ini mengacu pada sejauh mana individu merangkul budaya ideal tubuh langsing sebagai standar pribadi mereka sendiri.

Penelitian yang dilakukan sebelumnya meminta anak-anak muda untuk hati-hati terhadap kepercayaan antilemak ini. Namun, apakah remaja dalam studi tersebut diinternalisasikan terhadap keyakinan ini, tidak diketahui lebih lanjut. Apalagi, anak yang masih berusia 3,4,dan 5 tahun, belum secara langsung dapat menyuarakan pikiran dan perasaan mereka sendiri. Karena itu, Harriger harus benar-benar kreatif.

Untuk itu, untuk mengetahui pikiran seorang anak perempuan soal persepsi mereka tentang langsing dan gemuk, para peneliti meminta anak usia prasekolah (usia 3 sampai 5 tahun) melihat tiga tokoh yang identik dalam segala hal. Kecuali untuk ukuran tubuh mereka yaitu kurus, standar, dan gemuk. Anak-anak harus mengasosiasikan masing-masing dari tokoh tersebut ke dalam 12 kata sifat (enam kata sifat positif dan enam negatif).

Para partisipan diminta memilih sifat mana yang sesuai dengan tokoh-tokoh tersebut. Deskripsi sifat positif meliputi baik, pintar, banyak teman, rapi, manis, dan tenang. Sementara, sifat negatif adalah penindas, bodoh, tidak ada teman, ceroboh, jelek, dan berisik. Hasilnya, anak-anak kebanyakan memilih tokoh bertubuh kurus untuk dijadikan sahabat dibandingkan dua tokoh berbeda bentuk badan lainnya. Hasil serupa muncul saat diminta memilih tokoh mana yang ingin diajak bermain. Lalu, para peserta studi juga diajak bermain ular tangga atau candy land, dua permainan yang paling populer untuk kelompok usia ini.

Partisipan studi harus memilih permainan yang berbeda yang telah dirancang secara khusus untuk tugas ini dengan memvariasikan potongan-potongan permainannya dalam tiga versi bentuk tubuh yaitu kurus, rata-rata, dan gemuk. Hal ini dilakukan untuk mengukur mimik dan emosional anak-anak ketika diminta beralih dari satu bentuk permainan ke permainan lainnya. Harriger mengungkapkan, respons yang terjadi cukup kuat.

“Menariknya, beberapa peserta enggan beranjak, bahkan menyentuh permainan dengan versi tubuh gemuk,”

Kebanyakan anak-anak menolak dan mengejek potongan permainan yang menggambarkan tubuh gemuk. Hasil rinci penelitian ini, yang dipublikasikan secara online pada 15 Oktober di jurnal Sex Roles, menyarankan remaja untuk diberikan pemahaman lebih terkait kondisi tubuh ideal.

Ketika begitu sulitnya mempelajari isu-isu bentuk tubuh pada kelompok usia anak yang masih sangat muda, tetapi berbagai hasil penelitian dan tren terus saja bermunculan. Menurut Harriger, kemungkinan persoalan persepsi ukuran tubuh telah banyak diperdebatkan secara signifikan pada populasi manusia selama beberapa dekade terakhir.

“Banyak penelitian menunjukkan, peningkatan masalah terkait ukuran tubuh pada anak yang lebih tua, remaja, dan orang dewasa,”

“Masyarakat kita sudah terobsesi dengan badan kurus dan keindahan,

Paparan media, lanjut dia, juga patut disalahkan.

“Anak-anak, bahkan anak-anak prasekolah, sering kali menyaksikan tayangan iklan yang tak terhitung jumlahnya tentang penurunan berat badan, produk diet, dan produk kecantikan pesan-pesan ini, ditambah dengan kampanye antiobesitas, mempromosikan sebuah pemikiran bahwa lemak itu buruk,”

Holm-Denoma juga mengacu pada pengaruh media yang banyak dikonsumsi anak.

“Tampaknya masuk akal untuk memperkirakan bahwa anak perempuan yang selalu dicekoki dengan citra wanita kurus dalam berbagai media yang banyak beredar, juga dapat mengembangkan ketidakpuasan pada tubuh sendiri dan keinginan untuk selalu menjadi kurus,”

Sebagai orangtua, sebaiknya Anda menjaga anak-anak tetap sehat di dalam maupun di luar tubuh.
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...

0 komentar:

Post a Comment

Terimakasih Atas Komentar Anda tentang Bacaan Ini
Jangan Lupa Kembali Berkunjung ke situs Kami