Layaknya wanita dan kecantikan, mode dan aksesoris merupakan dua hal yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya menciptakan keterkaitan yang absolut.
Di mana ada mode, di situ ada aksesori. Ibarat pepatah, tanpa aksesori, mode bagaikan sayur tanpa garam. Kendati demikian, keduanya berkembang secara mandiri. Mode menciptakan trennya sendiri. Begitu juga dengan aksesori. Namun, keduanya berjalan seiringan, saling melengkapi.
Namun, pelaku industri mode lebih terfokus pada lini mode. Karena itu menjadikan perancang busana lebih banyak daripada desainer aksesori. Kecenderungan ini juga terjadi di Indonesia. Kasus yang banyak terjadi, desainer mode juga merangkap sebagai perancang aksesori yang menciptakan berbagai lini, seperti tas, sepatu, pernak-pernik, hingga perhiasan. Padahal, aksesori pun bisa menjadi celah tersendiri untuk digeluti secara profesional.
“Saat ini kebanyakan masih berupa hobi atau pekerjaan sampingan, tidak ditekuni secara total. Padahal, industri ini bisa menjadi celah baru yang menjanjikan,” tutur Zornia S Devi dari Femina Group.
Meski begitu, seperti halnya tren mode 2010 yang sudah mulai bergulir, tren aksesori pun ikut bergerak. Namun, tidak sespesifik tren mode, tahun depan nanti aksesori akan lebih bebas, ekspresif, tetapi tetap memiliki sentuhan personal. Hal tersebut diamini desainer aksesori Rinaldy A Yunardi. Menurut dia, tren aksesori pada tahun mendatang akan lebih variatif. “Rambu-rambu dalam berkarya, seperti arahan tren memang ada setiap tahun.
Namun, setiap desainer punya kewenangan untuk tidak mengadopsinya secara apa adanya. Perlu disaring lagi,” kata Rinaldi.
Dia menyatakan, tren tersebut akan lebih diterima bila memenuhi kebutuhan pasar. “Tidak boleh bila hanya mementingkan idealisme pribadi. Bagaimanapun pasar harus tetap diperhatikan,” jelas peraih “Nokia Award Accessories Designers of the Year” pada 2004 ini.
Dia juga menyebutkan, pengaruh gaya art deco masih akan tetap ada, tetapi sentuhan gaya klasik seperti art nouveau dan victorian masih tetap akan bertahan. Begitu juga dengan nuansa tribal yang selama beberapa musim mendominasi catwalk. “Gaya art deco lebih berpihak pada sosok anak muda yang menampilkan warna-warna koktail,” kata Rinaldy. Dia juga menyebutkan, tahun depan nanti gaya simpel masih menjadi pilihan dengan model garis berbentuk vertikal ataupun horizontal ataupun bentuk kotak.
Sementara itu, citra feminin yang kerap disajikan dalam bentuk lengkung, ukiran, maupun motif bunga masih akan ada. “Gaya ini menjadi favorit wanita mapan,” ujar Zornia.
Adapun pada awal tahun nanti, saat musim semi menyapa, warna-warna eye catching menjadi pilihan para desainer. Hal ini diperlihatkan pada koleksi terbaru para desainer papan atas, mulai Alessandro Dell’Acqua, Lanvin, Chris Bins, hingga Chanel. Palet fuschia, pink, kuning, merah, dan oranye menjadi tone favorit.
Begitu juga dengan hijau, biru, dan ungu. Semuanya itu dikemas dalam gaya desain eklektik dengan ukuran yang tidak biasa, baik tipis maupun ekstrabesar. Untuk alas kaki, strap heels menjadi gaya yang tidak akan bisa ditolak, terutama bila tampil dalam warna-warna permen yang memikat. Haknya pun tidak melulu stiletto. Chunky heels hingga hak pendek yang imut pun menjadi bisa menjadi alternatif. Lainnya, flat sandals dengan gaya gladiator masih akan tetap ada kendati ditampilkan dalam gaya yang lebih halus.
Untuk tas, tote bag berukuran besar masih akan menguasai tren. Gaya-gaya geometris dengan warna mentereng bisa menjadi pilihan, selain palet logam yang elegan. Rancangan bergaya sportif, layaknya bowling bag ataupun sling bag dari kulit pun masih menjadi acuan gaya.
Sementara sisi eksotis akan semakin menonjol dengan aksesori bermaterial exotic skin, seperti kulit ular maupun buaya.
Terakhir, untuk tren aksesori, titanium, platina, perak, tembaga, dan stainless menjadi material alternatif selain emas. Mereka yang ingin mengeluarkan aura etnik lagi vintage, bisa menggunakan perhiasan dengan material tembaga bakar.